Kaki Kosong
"Aku mau berjalan pada tanah basah seraya mencium wangi rumput berembun. Sungguh ...."

Jalan setapak, pada masaku.
Aroma tanah basah, wewangian rumput berembun, nyanyian kicau burung, gemercik air sungai nan bening, serta semua yang terasa, tercium, teraba pada jalan setapak itu. Ah, sekarang telah berubah pekat hitam kelam berbau debu. Buramkan pagi cerah.
Kenapa pagi ini aku harus berada di sini? Kenapa tak pergi saja ke keluar dari sini sejak dini hari tadi? Kenapa? Ah, suntuk, kesal sudah. Aku bodoh apa tolol? Apa bego? Atau goblok? Sama saja, sinonim kata yang sama saja artinya. Pertanyaan aneh yang sedari tadi muncul karena sudah membuang-buang waktu hanya untuk berharap bisa menikmati pagi, berharap mampu merenovasi otakku di sini. Malah yang terjadi sekarang adalah sebaliknya.
Ya, aku suka hidup dalam ruang ini, pada dinding tua yang digerayangi rajutan laba-laba. Terkurung di balik sekat-sekat usang. Tapi kenapa harus terhimpit pada vertikalisasi visual yang monoton? Ah, kotak sabun, aku mau bertanya?!
Lalu mengapa, bagaimana, di mana, berapa lama, siapa, bilamana? Entahlah, kapan berakhir. Hingga esok pagi datang menantang, tak mungkinkah kau menghilang dari pandanganku?
Sebaiknya tadi aku pergi dari sini. Niatnya mau menyengarkan otak, sekarang malah mondar-mandir tak jelas, duduk kemudian tidur-tiduran. Berdiri di depan pintu lalu duduk lagi di depan komputer. Corat-coret kertas, tak puas, lalu main gitar. Mondar-mandir tak jelas lagi. Tak ada yang menarik! Yang ada hanya visualisasi vertikal yang berkonsep nihil. Sungguh membosankan!
Sungguh aku suka, tapi aku juga bosan di sini! Begitu menyebalkan. Pagi tak bersemangat, tampak sangat malas. Kembalikanlah pagiku! Mohonku, mohon mereka pada aku-aku yang tergilas roda-roda identitasi dan prestise. Sungguh, aku mau berjalan pada tanah basah seraya mencium wangi rumput yang berembun, mendengarkan nyanyian kicau burung juga gemercik air. Aku mau lagi menikmati beningnya sungai dan semua yang terasa, tercium, teraba pada jalan-jalan setapak itu. Berkaki kosong.
Oh, aku lelah. Aku mencari, tapi mereka tidak. Kau tak mencari, tapi aku tak mungkin tidak. Lagi-lagi batin memekik, memaksaku beranjak. Malam tak terasa sudah, gulita menyapa peluh. Ah, sudahlah, aku lelah. Semoga besok mereka akan datang membantuku merenovasi ruang-ruang itu, merenovasi otakku, juga otakmu.
Komentar
Beri Komentar