Puncak Ketidakpedulian
"Ya, seperti tujuanku ke sini, untuk mencoba tidak memedulikan lingkunganku. Tempat yang menjadi pelarian ketika aku muak ...."

Ada suatu tempat dimana aku dapat untuk tidak memedulikan lingkunganku.
Suatu tempat yang masih sangat natural dengan kealamian alam yang sempurna. Satu helaan nafas saja begitu terasa, menghirup dan menghembuskannya. Cobalah Anda membayangkannya! Tempat yang penuh dengan hamparan hijau, beberapa batu yang besar dan sebuah pondok kecil. Aku menikmatinya sambil duduk dan menyandarkan punggung pada salah satu batu besar yang ada di sini. Meluruskan kaki kiri dan kaki kanan ditekuk hingga kedua tangan ini mampu terlipat di atas lutut sebagai tempat bersandarnya dagu. Aku duduk seperti berada di atas karpet hijau. Luasnya langit biru itu mampu kupandang sejauh-jauhnya. Apakah Anda pernah mengunjungi tempat yang seperti ini?
Tempat ini saya beri nama Puncak Ketidakpedulian. Ya, seperti tujuanku ke sini, untuk mencoba tidak memedulikan lingkunganku. Tempat yang menjadi pelarian ketika aku muak dengan lingkungan yang membosankan. Untuk pertama kalinya sejak setahun yang lalu, aku kembali mengunjungi tempat ini sekarang. Ingatanku perlahan-lahan mundur mengingat cerita di tahun yang lalu, saat sedang terkapar. Ketika salah satu sayap telah patah dan terasa perih. Sekalian saja aku mencabut dan membuang sayap itu. Apakah Anda tahu di mana sayapku itu sekarang? Ah, tak mungkin Anda mengetahuinya. Bentuk dan warnanya pun Anda tak pernah melihatnya.
Lumayan lama aku menikmati semua yang ditawarkan di sini, hingga langit itu pun mulai memudar karena mendung dari puncak ini. Entah, apakah ini yang dinamakan sebagai penyesalan ataukah ini yang disebut sebagai kekecewaan? Ke manakah saya harus mencari sebelah sayapku itu? Dan sekarang, aku hanya bisa memandang kosong. Terkadang seperti ada seorang manusia bernama wanita berjalan membawa sebuah sayap. Samar-samar dia terlihat di balik mendung ini, apalagi dia berada jauh di bawah sana.
Kadang-kadang .... Ah, bukan. Bahkan jarang dia menoleh. Tak ada pertanda. Dia hanya berlalu pergi.
Namun sepertinya kali ini dia memaksaku beranjak dari tempat ini, mengejarnya! Benarkah begitu?
....
Hei! Dia menoleh ke arahku cukup lama kali ini! Apa maksudnya?
Aku hanya mencari sebelah sayap sayapku yang hilang .... Oh, bukan .... Entahlah, hilang ataukah terbuang. Tak tahan lagi aku melihat sikapnya yang membingungkan itu. Memang, aku membuang sayap itu di sini, tapi benarkah itu ...? Benarkah aku akan segera menemukannya kembali?
Tubuh yang sudah cukup malas ini akhirnya kupaksakan untuk berdiri dan menatapnya, lalu berteriak kepadanya yang masih terus menatapku dari kejauhan di sana, "Hei!"
Kemudian dia berlari, pelan, pelan, dan pelan-pelan dia mulai berlari kencang ke arahku. Siapa pun kamu, bawalah sayap itu! Dan jangan pernah kaukembali jika memang sayap itu bukanlah milikku!
Begitu kencang dia berlari. Aku mengenali wajah itu! Belumlah sempat menyapanya, dia malah mendahului melayangkan tangan kanannya pada wajahku. Dia menamparku! Kemudian memeluk erat tubuh ini dan dia berbisik, "Sayap ini bukan milikmu lagi, maafkan aku. Maafkan kisah kita setahun yang lalu."
Mengalir begitu saja, terkecuplah kening indah itu dan kemudian dia pun berlalu!
"Maafkan kita dan terima kasih, masa lalu."
Komentar
Beri Komentar